Biografi Gus Baha' (kh. Ahmad Bahauddin Nursalim)

Daftar Isi Profil Gus Baha' (KH. Ahmad Baha’uddin Nursalim)

1          Riwayat Hidup & Keluarga 1.1       Lahir 1.dua       Riwayat Keluarga   

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau dua.1       Mondok pada Pesantren Al Anwar Sarang  dua.2       Guru-Guru Beliau

tiga          Pengasuh Pesantren tiga.1       Murid-siswa

4         Jasa dan Karya Beliau 4.1      Jasa-jasa Beliau 4.2      Karya-karya Beliau 

lima         Kisah Teladan lima.1      Kesederhanaan dalam Kehidupan Gus Baha lima.dua      Menolak Gelar Doctor Honor Causa

6        Karomah 6.1     Ditegur Sahabat Nabi Abdullah bin Mas' ud 6.dua     Karomah Gus Baha’ Muncul, ketika Memegang Kitab Syaikhona Kholil 6.3     Karomah Gus Baha waktu Membaca Al-Quran Tulisan Utsmani

8       Sumber1     Riwayat Hidup dan Keluarga 1.1   Lahir

KH. Ahmad Baha’uddin Nursalim atau biasa dianggap menggunakan panggilan Gus Baha’ lahir dalam 29 September 1970 pada Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Gus Baha’ adalah putra menurut seorang ulama pakar al-Qur’an & juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA yang bernama KH. Nursalim al-Hafizh menurut Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Ayah Gus Baha’ (KH. Nursalim) adalah anak didik menurut KH. Arwani al-Hafidz Kudus dan KH. Abdullah Salam al-Hafidz Kajen Pati, yang nasabnya bersambung kepada para ulama besar .

Dalam menjaga sekaligus membumikan al-Qur’an, ayah Gus Baha’ beserta menggunakan sahabatnya Gus Miek (KH. Hamim Jazuli) pada saat itu beliau berdua menciptakan gerakan yaitu menggunakan menyelenggarakan semaan al-Qur’an secara keliling dari satu loka ke tempat lain. Gerakan tadi dalam awalnya diberi nama Jantiko (Jamaah Anti Koler). Nama gerakan Jantiko kemudian mengalami perubahan menjadi Mantab (Majelis Nawaitu Topo Broto), kemudian berubah lagi sebagai gerakan Dzikrul Ghafilin.

Dari silsilah keluarga ayah, Gus Baha’ merupakan generasi ke empat ulama-ulama pakar al-Qur'an. Sedangkan dari silsilah famili ibu, Gus Baha’ menjadi bagian berdasarkan famili akbar ulama Lasem, berdasarkan Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu. 1.dua   Riwayat Keluarga

Setelah merampungkan pendidikannya di Sarang, Gus Baha’ menikah menggunakan seorang anak Kiai yg bernama Ning Winda pilihan pamannya dari famili Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Ada cerita menarik menggunakan pernikahan dia. Jadi sebelum lamaran, Gus Baha’ menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu. Beliau mengutarakan bahwa kehidupan beliau bukanlah contoh kehidupan yg glamor, melainkan kehidupan yang sangat sederhana.

Beliau berusaha meyakinkan calon mertuanya buat berfikir ulang atas rencana pernikahan tersebut. Tentu maksud beliau supaya mertuanya tidak kecewa pada lalu hari. Namun  mertuanya hanya tersenyum & mertuanya hanya menyampaikan "klop" alias sami mawon kalih kulo (sama saja dengan saya).

Kesederhanaan Gus Baha’ dibuktikan ketika beliau berangkat ke Pondok Pesantren Sidogiri buat melangsungkan upacara akad nikah yang telah dipengaruhi waktunya. Gus Baha’ berangkat sendiri ke Pasuruan menggunakan menumpang bus kelas ekonomi.

Gus Baha’ berangkat menurut Pandangan menuju Surabaya, selanjutnya disambung bus ke 2 menuju Pasuruan. Kesederhanaan dia bukanlah sebuah kebetulan, namun adalah hasil didikan ayahnya semenjak mini.

Setelah menikah, Gus Baha’ mencoba hidup mandiri menggunakan famili barunya. Gus Baha’ menetap pada Yogyakarta.  Selama pada Yogya, beliau menyewa tempat tinggalbuat ditempati famili kecilnya.

Semenjak Gus Baha’ menetap di Yogyakarta, poly santri-santri beliau pada Karangmangu yg merasa kehilangan. Hingga pada akhirnya mereka menyusul Gus Baha’ ke Yogya dan urunan atau patungan buat menyewa tempat tinggaldi dekat rumah beliau. Tiada tujuan lain selain buat tetap bisa mengaji kepada beliau.

Ada lebih kurang 5 atau 7 santri mutakhorijin al-Anwar juga MGS yg ikut ke Yogya. Saat pada Yogya inilah kemudian banyak rakyat sekitar tempat tinggalGus Baha’ yang akhirnya minta ikut ngaji kepada beliau.   dua       Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau 2.1       Mondok pada Pesantren Al Anwar Sarang

Gus Baha' kecil dididik belajar & menghafalkan al-Qur'an secara pribadi sang ayahnya menggunakan menggunakan metode tajwid & makhorijul alfabetsecara disiplin. Hal ini sinkron menggunakan karakteristik yang diajarkan sang guru ayahnya yaitu KH. Arwani Kudus. Kedisiplinan tadi menciptakan Gus Baha’ di usianya yg masih muda, mampu menghafalkan al-Qur'an 30 Juz bersama Qiro'ahnya.

Menginjak usia remaja, ayahnya menitipkan Gus Baha' buat mondok & berkhidmah kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubair pada Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang. Pondok al-Anwar tepat berada kurang lebih 10 KM arah timur dari rumahnya.

Di Pondok Pesantren al-Anwar inilah keilmuan Gus Baha’ mulai menonjol misalnya ilmu hadits, fiqih, dan tafsir.

Dalam ilmu hadis, Gus Baha’ mampu mengkhatamkan hafalan Sahih Muslim lengkap menggunakan matan, rowi dan sanadnya. Selain Sahih Muslim beliau jua mengkhatamkan & hafal isi buku Fathul Mu'in & kitab-buku gramatika bahasa arab misalnya 'Imrithi & Alfiah Ibnu Malik.

Bahkan menurut sebuah cerita, dengan banyaknya hafalan yg dimiliki sang Gus Baha’, berakibat beliau sebagai santri pertama al-Anwar yg memegang rekor hafalan terbanyak. Selain itu, menurut cerita lain pula menyebutkan bahwa, ketika akan mengadakan forum musyawarah atau batsul masa’il  di pondok banyak sahabat-teman Gus Baha’ yang menolak jikalau Gus Baha’ buat ikut pada lembaga tadi, sebab beliau dipercaya tidak berada pada level santri pada umumnya karena kedalaman ilmu, keluasan wawasan & banyaknya hafalan yg dimiliki sang beliau.

Maka, atas dasar kedalaman keilmuan yang dimiliki Gus Baha’, hal ini yang kemudian menciptakan Gus Baha’ diberi agama buat sebagai Rois Fathul Mu'in dan Ketua Ma'arif di jajaran kepengurusan Pesantren al-Anwar.

Selain menonjol dengan keilmuannya, dia jua adalah sosok santri yang dekat dengan kiainya. Dalam banyak sekali kesempatan, beliau seringkali mendampingi guru beliau Syaikhina KH. Maimoen Zubair buat aneka macam keperluan. Mulai menurut sekedar berbincang santai, sampai urusan mencari ta'arak dan mendapat tamu-tamu ulama-ulama akbar yg berkunjung ke al-Anwar. Hingga dia dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina KH. Maimoen Zubair.

Dalam sebuah cerita, beliau pernah dipanggil buat mencarikan ta'bir mengenai suatu masalah oleh Syaikhina. Karena saking cepatnya ta'minuman memabukan itu ditemukan tanpa membuka dahulu surat keterangan buku yang dimaksud, sampai Syaikhina pun terharu & ngendikan "Iyo Ha'... Koe pancen cerdas tenan" (Iya Ha'... Kamu memang benar-sahih cerdas).

Gus Baha' jua kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina ketika menaruh mawa'izh pada aneka macam kesempatan mengenai profil santri ideal. "Santri tenan iku yo koyo Baha' iku...." (Santri yg sebenarnya itu ya misalnya Baha' itu....) begitu sekitar ngendikan Syaikhina.

Selain mengeyam pendidikan di Pondok Pesantren al-Anwar Rembang, pernah suatu waktu ayahnya memperlihatkan pada Gus Baha’ buat mondok di Rushoifah atau Yaman. Namun Gus Baha’ menolaknya & lebih menentukan buat permanen pada Indonesia, berkhidmat pada almamaternya Madrasah Ghozaliyah Syafi'iyyah PP. al-Anwar dan pesantrennya sendiri LP3IA.

Setelah ayahnya wafat dalam tahun 2005, Gus Baha' melanjutkan tongkat estafet kepengasuhan di pondoknya, pondok pesantren LP3IA Narukan.

Saat sebagai pengasuh di pondoknya, banyak santri yg terdapat di Yogyakarta merasa kehilangan atas kepulangan beliau ke Narukan. Akhirnya para santri pergi sowan & meminta dia kerso balikke Yogya. Hingga dalam akhirnya Gus Baha’ bersedia tetapi hanya satu bulan sekali.

Selain menjadi pengasuh di pondoknya dan mengisi pengajian pada Yogyakarta, Gus Baha’ juga diminta buat mengisi pengajian tafsir al-Qur'an di Bojonegoro, Jawa Timur. Adapun buat waktunya dibagi-bagi, di Yogya minggu terakhir, sedangkan di Bojonegoro minggu ke 2 setiap bulannya. Hal tersebut, Gus Baha’ lakukan secara rutin semenjak 2006 sampai kini. 2.dua       Pengajar-Guru BeliauKH. Nursalim KH. Maimoen Zubair3       Pengasuh Pesantren

Gus Baha’ adalah putra berdasarkan seseorang ulama ahli Al-Qur’an & juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA yg bernama KH. Nursalim al-Hafizh, pesantren ini memiliki aktivitas buat mempelajari Al Qur'an, kajian buku dan setoran hafalan. Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA berlokasi pada Desa Narukan Kecamatan Kragan Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama