Biografi & silisilah Gus Baha menarik buat diketahui mengingat sosok dia yg unik & kharismatik. Gaya ceramahnya spesialdan selalu mengena hati pendengarnya membuat kajiannya selalu viral di media umum.
Siapa sebenarnya sosok Gus Baha? Dilansir dari ngajigusbaha.id, Gus Baha bernama asli KH Ahmad Baha'uddin Nursalim lahir dalam 29 September 1970 pada Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Nasabnya ternyata sampai kepada Brawijaya V.
Gus Baha adalah putra dari seseorang ulama ahli Qur'an & jua pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA bernama KH Nursalim Al-Hafizh dari Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Ayah Gus Baha (KH Nursalim) adalah siswa menurut KH Arwani al-Hafizh Kudus dan KH Abdullah Salam Al-Hafizh Kajen Pati, yg nasabnya bersambung pada para ulama besar . Kiyai kelahiran 1970 ini memilih Yogyakarta menjadi tempatnya memulai pengembaraan ilmiahnya.
Pada tahun 2003 ia menyewa tempat tinggalpada Yogya. Kepindahan ini diikuti sang sejumlah santri yang ingin terus mengaji bersamanya.
Pendidikan
Gus Baha kecil memulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan Qur'an di bawah asuhan ayahnya sendiri, KH Nursalim Al-Hafizh. Hingga pada usia yang masih sangat muda, dia sudah mengkhatamkan Al-Qur'an bersama Qiroahnya menggunakan lisensi yang ketat berdasarkan ayah beliau. Memang, karakteristik bacaan berdasarkan murid-siswa Mbah Arwani menerapkan keketatan dalam tajwid & makhorijul alfabet .
Menginjak usia remaja, Kiyai Nursalim menitipkan Gus Baha buat mondok dan berkhidmat pada Syaikhina KH Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, lebih kurang 10 km arah timur Narukan.
Di Al-Anwar inilah beliau terlihat sangat menonjol dalam fan-fan ilmu Syari’at misalnya Fiqih, Hadits dan Tafsir. Hal ini terbukti dari beberapa amanat prestisius keilmiahan yang diemban oleh dia selama mondok di Al Anwar, misalnya Rois Fathul Mu’in dan Ketua Ma’arif pada jajaran kepengurusan Pesantren Al Anwar.
Saat mondok pada Al Anwar ini jua dia mengkhatamkan hafalan Shohih Muslim lengkap menggunakan matan, rowi & sanadnya. Selain Shohih Muslim beliau jua mengkhatamkan hafalan buku Fathul Mu’in dan kitab-buku gramatika arab misalnya ‘Imrithi & Alfiah Ibnu Malik.
Menurut sebuah sumber, menurut sekian poly hafalan beliau tersebut menjadikan dia menjadi santri pertama Al Anwar yg memegang rekor hafalan terbanyak di era dia.
Bahkan tiap-tiap musyawarah yang akan dia ikuti akan serta merta ditolak sang mitra-kawannya, sebab beliau dipercaya nir berada dalam level santri pada umumnya lantaran kedalaman ilmu, keluasan wawasan dan banyaknya hafalan beliau.
Selain menonjol pada keilmuannya, dia juga sosok santri yang dekat menggunakan kiyainya. Dalam banyak sekali kesempatan, dia acapkali mendampingi guru beliau Syaikhina Maimoen Zubair buat banyak sekali keperluan. Mulai berdasarkan sekedar berbincang santai, hingga urusan mencari ta’minuman memabukan & mendapat tamu-tamu ulama’-ulama’ akbar yg berkunjung ke Al Anwar. Hingga dia dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina Maimoen Zubair.
Pernah dalam suatu waktu beliau dipanggil buat mencarikan ta'bir mengenai suatu persoalan sang Syaikhina. Lantaran saking cepatnya ta’arak itu ditemukan tanpa membuka dahulu referensi kitabyang dimaksud, sampai Syaikhina pun terharu dan ngendikan "Iyo Ha'.... Koe pancen cerdas tenan(Iya Baha'... Kamu memang benar-sahih cerdas).
Selain itu Gus Baha pula kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina ketika menaruh mawa'izh pada berbagai kesempatan mengenai profil santri ideal. "Santri tenan iku yo koyo baha' iku...(Santri yg sebenarnya itu ya misalnya Baha itu...) begitu lebih kurang ngendikan Syaikhina.
Dalam riwayat pendidikan dia, semenjak kecil hingga dia mengasuh pesantren warisan ayahnya kini, beliau hanya mengenyam pendidikan dari dua pesantren, yakni pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan & Pesantren Al Anwar Karangmangu, Rembang.
Pernah suatu ketika ayahnya menunjukkan pada dia buat mondok di Rushoifah atau Yaman. Tetapi beliau lebih menentukan buat permanen pada Indonesia, berkhidmat kepada almamaternya Madrasah Ghozaliyah Syafi’iyyah PP. Al Anwar & pesantrennya sendiri LP3IA.
Pernikahan
Setelah menyelesaikan pengembaraan ilmiahnya di Sarang, dia menikah dengan seseorang Neng pilihan pamannya berdasarkan famili Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Ada cerita menarik sehubungan menggunakan pernikahan beliau. Diriwayatkan, sesudah acara lamaran terselesaikan, beliau menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu yg sebagai kenangan beliau sampai sekarang. Beliau mengutarakan bahwa kehidupan beliau bukanlah model kehidupan yang mewah, bahkan sangat sederhana.
Beliau berusaha meyakinkan calon mertuanya buat berfikir ulang atas planning pernikahan tadi. Tentu maksud dia supaya mertuanya tidak kecewa di kemudian hari. Mertuanya hanya tersenyum dan menyatakan “klop” alias sami mawon kalih kulo.
Kesederhanaan dia ini dibuktikan saat dia berangkat ke pesantren Sidogiri buat melangsungkan upacara akad nikah yang sudah dipengaruhi waktunya. Beliau berangkat sendiri ke Pasuruan menggunakan menumpang bus regular alias bus biasa kelas ekonomi. Berangkat berdasarkan Pandangan menuju Surabaya, selanjutnya disambung bus kedua menuju Pasuruan. Kesederhanaan dia bukanlah sebuah kebetulan, namun merupakan output didikan ayahnya semenjak kecil.
Posting Komentar