Laduni.ID, Jakarta – Manusia merupakan makhluk wujud yang dulu nir ada, & sekarang terdapat. Penyebab suatu keadaan terjadi bukan lantaran manusia, melainkan sebab-sebab terjadinya suatu kejadian di muka bumi ialah lantaran Allah.
“Misalnya Fir’aun itu orang yg gunakan status yang diajarkan sang Allah pada kita, Fir’aun itu merupakan makhluk yang sekarang ada tapi dulu-dulunya nir terdapat. Padahal sebelum ada Fir’aun telah ada bumi, terdapat langit, & ada mentari . Sebelum terdapat Yesus telah ada bumi, ada matahari. Artinya apa? Penciptaan langit & bumi apakah penyebabnya Fir’aun? Tidak kan? Lantaran dia ada sehabis adanya langit & bumi, begitu juga menggunakan Yesus, begitu jua dengan semuanya,” istilah Gus Baha ketika memberikan analogi.
Saat ini banyak orang hayati menggunakan syarat yang sama, namun merasakan situasi yang tidak sinkron. Sebut saja waktu Pilpres 2019 kemarin, poly orang yang telah kaya sebelum Pak Jokowi jadi presiden, sebelum Pak SBY jadi presiden, sebelum Pak Soekarno jadi presiden. Begitu jua menggunakan kemiskinan, tetapi manusia lupa yg memberikan kekayaan dan yang memiskinkan mereka itu merupakan Allah, bukan situasi yg sedang dirasakan saat itu. Baca jua: Cerita Gus Baha’ mengenai Kedekatan Nabi dengan Allah
“Makanya, wa anna illa robbika wa muntaha wa anna wa abka wa anna wa amta wahyana wa kholaqo zaini wal insa. Jadi kita miskin ya karena Allah, kaya lantaran Allah semuanya lantaran Allah, tapi kita terjebak oleh aturan terkini kalau presidennya ini sejahtera. bila itu tidak,” begitu pesan Gus Baha.
Situasi terbaru saat ini pula membuat insan lebih mudah merasakan takutnya kematian, padahal kematian adalah kenikmatan yg perlu disyukuri, karena menggunakan begitu kita dapat segera bertemu menggunakan Allah.
“Artinya gini, yasudah ya Allah saat gw hayati nir memahami kenapa gw hidup niscaya kamu yg menghidupkan, waktu gw mati tidak memahami kenapa aku tewas niscaya emgkau yg menghidupkan & mematikan. Maka aku akan baik-baik saja di akhirat, karena ketika aku di dunia Tuhannya Engkau, pada akhirat pun Tuhannya Engkau & sifat Engkau nir berubah tetap arrahmun nur rahimin,” pesan Gus Baha.
Oleh karena itu, dulu waktu wali-wali itu hendak mati mereka tetap dalam keadaan bahagia. Gus Baha menceritakan kisah ulama besar(yg ketika itu pula mau mati) yang murkawaktu tahu keluarganya menangisi kematiannya.
“Memangnya (gw) mau kemana, (kenapa) engkaukok nangisin gw? Saya kan mau meninggal, memangnya mau kemana jika mati? Ya pulang ke Allah! La terus susahnya apa? Di dunia milik Allah di akhirat milik Allah, Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin,” istilah Gus Baha.
Merubah mindset tentang sangatlah perlu, karena menggunakan begitu kita dapat melihat kematian menjadi suatu yg biasa saja, bukan hal yang angker. Memberikan status pada diri sendiri “wamamati lillahi robbil alamin” mungkin akan lebih baik daripada mengungkapkan, kehidupan adalah momen buat mencari kesejahteraan, kehidupan merupakan momen buat mencari karir. Baca pula: Nasihat Gus Baha’ Supaya Optimis Masuk Surga
“Kamu mensifati kehidupan secara galat, sehingga kamu terjebak mencari karir, mencari kaya. Coba jika kamu mahzabnya sufi, ‘kehidupan adalah hadiah berdasarkan Allah buat kembali kepada Allah’. kematian ya misalnya itu akhirnya ya santai saja, ‘Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin,’” pesan Gus Baha.
Apalagi pada zaman sekarang, terkadang ketika kita mendengar kritikan atau celaan orang lain terbesit pikiran, “kok sengsara sekali,” Ternyata hal tersebut merupakan kesalahan besar .
Gus Baha pernah bercerita bahwa Imam Syafii pernah mendapat seseorang sahabat yang munafik, ketika di depan dia orang itu terlihat sangat baik, namun ketika sudah pada luar orang itu malah menjelek-jelekkan Imam Syafii.
Suatu waktu datanglah muridnya yg mengadukan hal tadi, “yang memuji-muji anda itu jika diluar memaki-maki anda.” Imam Syafii malah tertawa bahagia sekali, hal tadi membuat muridnya heran. Lalu Imam Syafii menjawab, “Berarti saya kan beribawa, lantaran di depanku dia nir berani menjelek-jelekkanku.” Saat itu sang murid membantah, “tapi itu kan bahaya bagi anda, lantaran memfitnah anda begini-begini.” Imam Syafii menjawab, “Yang ngeritiknya bahaya itu adalah kritiknya Allah SWT, bila yg selain-Nya nir berbahaya. Karena ini makhluk dhaif nir penting. apabila engkauhingga tersiksa dampak dikritik orang, itu karena kamu menduga makhluk itu penting, ini bodohnya engkau .”
إرسال تعليق